Sumenep, Poskini.com – Sanksi Perdata Tak Cukup, Tuntutan Pidana Disuarakan. Dugaan korupsi kembali mengguncang pemerintahan desa di wilayah Kabupaten Sumenep. Kali ini, sorotan tertuju pada Kepala Desa Montorna yang diduga kuat telah menyalahgunakan dana desa untuk kepentingan pribadi. (18/10/2024)
Kasus ini semakin menguat dengan adanya laporan dari Syaiful Bahri, Ketua SATUAN INFORMASI DIVISI KEMASYARAKATAN (SIDIK), yang telah melaporkan dugaan penyimpangan ini sejak tahun 2022.
Fokus utama laporan Syaiful adalah tiga proyek pengaspalan desa yang menelan biaya hingga Rp 300.000.000. Proyek yang seharusnya menjadi sarana peningkatan infrastruktur desa ini justru diduga telah disalahgunakan. Kualitas pengerjaan yang jauh di bawah standar dan usia pakai jalan yang sangat singkat mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek tersebut.
“Ini jelas merupakan pemborosan uang negara dan merugikan masyarakat,” tegas Syaiful dalam wawancara eksklusif pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Menanggapi laporan tersebut, Inspektorat Kabupaten Sumenep telah melakukan pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi perdata berupa pengembalian kerugian negara sebesar Rp 129.341.000. Namun, Syaiful menilai bahwa sanksi perdata saja tidak cukup untuk memberikan efek jera.
“Pengembalian uang negara saja tidak cukup. Pelaku harus diproses secara pidana agar efek jera benar-benar dirasakan,” tegasnya.
Syaiful pun telah melakukan koordinasi dengan pihak Reskrimsus Polda Jatim dan akan berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Negeri Sumenep untuk menindaklanjuti kasus ini secara hukum. Ia meyakini bahwa kasus ini merupakan tindak pidana korupsi yang terstruktur.
Syaiful menjelaskan bahwa banyak masyarakat yang salah kaprah mengenai konsekuensi hukum dari tindakan korupsi. “Pengembalian uang hasil korupsi tidak serta-merta menghapuskan tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) secara tegas menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidana korupsi. Artinya, meskipun uang telah dikembalikan, pelaku tetap dapat dipidanakan dan dijerat dengan sanksi pidana penjara dan denda.
Syaiful menekankan pentingnya memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Selain pidana pokok berupa penjara dan denda, pelaku korupsi juga dapat dikenakan pidana tambahan seperti perampasan harta benda hasil korupsi.
“Hukuman pidana dalam kasus korupsi tidak hanya bertujuan untuk mengembalikan kerugian negara, tetapi juga untuk menegakkan keadilan dan memberikan sanksi atas perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan,” ujarnya.
Pengembalian uang hasil korupsi adalah langkah yang baik, namun tidak cukup untuk menghapuskan tindak pidana korupsi. Pelaku tetap harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan dihadapkan pada proses hukum.
Kasus dugaan korupsi di Desa Montorna menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya upaya pencegahan korupsi. Transparansi dalam pengelolaan keuangan desa, pengawasan yang ketat, serta partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana desa menjadi kunci untuk mencegah terjadinya praktik korupsi.
(R. M Hendra)