Lampung, Poskini.com - Tidak kurang dari 80 hari lagi gelaran pesta rakyat (baca: pemilihan kepala daerah) secara serentak akan dilaksanan. Hiruk pikuk dan gegap gempita masyarat menanti datangnya pemillhan kepala daerah mulain nampak dari aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam upaya mensukseskan pemilihan kepala daerah,Senin (9/9/24).
Pemilihan kepala daerah atau biasanya sering kita sebut pilkada merupakan agenda penting nasional lima tahunan untuk memilih kader-kader terbaik bangsa yang akan meneruskan estafet kepemimpinan didaerah, baik ditingkat Provinsi, Kabupaten dan kota.
Pada tahun 2024 ini, Pilkada Serentak akan diikuti sebanyak 37 provinsi, kemudian 508 kabupaten/kota, termasuk provinsi lAmpung dan 15 kabupaten/kota di dalamnya yang akan menyelenggarakan Pilkada Serentak 2024. Pelaksanaan pilkada tahun ini rencananya akan digelar nanti pada tanggal 27 November 2024.
Pilkada serentak ini tentunya bukan hal yang baru bagi provinsi Lampung, meskipun hanya pemilihan kepala daerah ditingkat privinsi untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur saja.
Provinsi Lampung pada 9 April 2014 tercatat sebagai daerah pertama di Indonesia yang menjadi model pelaksanaan Pemilu legislatif berbarengan dengan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung periode 2014-2019.
Cawe-Cawe Keuasaan dan Pemimpin Warisan
Melihat waktu pelaksanaan pilkada tahun 2024 yang semakin dekat ini, kita sebagai individu dan bagian penting dari suksesnya pemilukada tersebut hendaknya memiliki komitment yang kuat agar pemilukada tahun 2024 ini berjalan aman dan damai.
Pilihlah calon pemimpin sesuai hati nurani, calon pemimpin yang memiliki rekam jejak yang baik, calon pemimpin yang memiliki integritas dan loyalitas untuk kepentingan rakyat, calon pemimpin yang memiliki kepekaan sosial tinggi, tidak sekedar ber-swa photo hanya untuk menghiasi status media sosial saja.
Mencari pemimpin yang memiliki keberpihakan kepada rakyat bukanlah hal yang mudah, terkadang sosok pemimpin tersebut sering tidak terpilih karena ketidakmampuan rakyat menahan godaan politik (baca: politik uang). Politik uang atau "money politic" menjadi penyakit yang sudah mewabah sejak lahirnya model pemilihan secara langsung.
Maayarakat terkadang memilih tidak lagi mempertimbangkan rekam jejak, tidak mengedepankan rasional, bahkan parahnya menentukan pilihan karena nomor piro wani piro atau yang sering di plesetkan dengan NPWP. Sikap pemililih dalam menentukan pilihan model seperti ini akhirnya berdampak pada kwalitas hasil pemilihan tersebut.
Tingginya frustasi masyarakat terhadap sosok pemimpin yang pernah dipilih sebelumnya berdampak kepada pemilihan berikutnya, kondisi seperti ini akhirirnya dimanfaatkan oleh oknum calon pemimpin yang ingin meraih jabatan dengan mudah, cukup dengan bagi-bagi sembako dan uang, pemaksaan untuk mendukung calon tertentu berkedok jalan-jalan dan wisata religi.
Kecurangan lain yang berdampak luas apabilah melibatkan kekuasan yang sedang berjalan, dalam arti lain ada calon kepala daerah yang di dukung oleh kekuasan. Biasanya kekuasaan akan memfasilitasi dan memenangkan calon tertentu dengan cara yang terstruktur sitematis dan massif.
Cawe-cawe kekuasaan seperti ini biasanya akan mewariskan model dan kekuasaan berikutnya. Cawe-cawe kekuasaan ini dapat berupa menjadikan anak, istri, atau keluarga sebagai kontestan pada pemilihihan kepala daerah. Pemerintahan sudah dianggap sebagai rumah tangga pribadi, yang bisa diatur semaunya.
Muhaidin